Tips Agar Tidak Bab di Gunung

Banyak pendaki wanita yang merasa risih saat buang air besar (BAB) di gunung. Ada yang beralasan karena tempat bab terlalu terbuka. Ada yang bilang karena takut mengganggu penunggu gunung. Ada juga yang risih karena tempat bab tidak bersih. Akibatnya, pendaki-pendaki wanita tipe ini mencari-cari tips agar tidak bab di gunung.

Tapi ternyata, sampai saat ini belum ada banyak ulasan di website hiking & camping yang membahas topik tersebut. Apakah karena topik iseng? Hehe. Upsss, kami tidak menertawakanmu. Kami akan mencarikan solusinya. Sebenarnya, ada 3 prinsip dasar agar tidak bab di gunung. Pertama, jangan sampai sakit di gunung. Kedua, jangan kebanyakan minum-minuman yang bisa bikin perut mules. Ketiga, kencangkan otot anus dengan memilih posisi duduk atau berdiri spesial. Kami akan membedah ketiga prinsip dasar tersebut dalam tips praktis yang aplikatif. Berikut 10 tips agar tidak bab di gunung:

Untuk lebih jelasnya, simak pembahasan di bawah ini. Yuk, lanjut!

1. Minum tolak angin agar tidak kembung & masuk angin saat di gunung

Tips pertama agar pendaki tidak BAB di gunung adalah jangan sakit. Terlebih sakit mual, mules, kembung dan masuk angin. Kondisi tubuh sakit membuat metabolisme tubuh dan keseimbangan hormon kacau. Akibatnya, kerja usus dan lambung jadi terganggu.

Efek paling sering dirasakan oleh pendaki yang sakit adalah badan meriang, perut kembung dan pengen ke belakang (BAB). Kalau sudah seperti itu, nggak nyaman banget, bukan? Mau BAB tapi badan lemes banget. Kalau nggak BAB perut mules-mules. Jadi, selalu jaga kondisi tubuh agar tetap fit. Jangan sampai sakit di gunung. Dan selalu bawa obat pribadi, oralit dan perlengkapan P3K mendaki gunung.

Nah, lalu apa hubungan tolak angin dengan pendaki gunung? Hubungannya baik-baik saja. Hehe. Tolak angin adalah obat herbal terstandar yang berguna untuk mengobati masuk angin, perut mual, tenggorokan kering dan badan kedinginan. Ramuan di dalam tolak angin akan mencegah tubuh pendaki terserang masuk angin. Selain itu, tolak angin juga bisa menjadi penghangat tubuh saat pendakian. Untuk pencegahan dari resiko sakit saat di gunung, sebaiknya kamu minum Tolak Angin 2x sehari. Untuk pengobatan, sebaiknya pendaki yang sakit minum Tolak Angin 3x sehari.

Menurut pengalaman kami, setelah rutin menerapkan kebiasaan minum tolak angin sebelum naik gunung dan saat turun gunung, badan jadi sehat. Tidak mudah terserang masuk angin, & kedinginan. Dan yang paling penting, jarang boker atau BAB.

2. Hindari makanan asam dan pedas saat pendakian

Sudah jadi rahasia umum kalau makanan asam dan pedas dapat membuat lambung & usus bermasalah. Terlebih pada orang yang memiliki lambung sensitif. Baru makan makanan terlalu asam atau terlalu pedas, paginya langsung mencret-mencret.

Lalu, apa hubungan makanan asam dan pedas saat pendakian? Banyak pendaki gunung yang berlagak sok jago dengan memasak makanan asam & pedas di gunung. Bahkan ada yang sampai membawa cobek & ulekan ke gunung. Pengennya sih pamer! Nggak taunya malah bikin petaka besar. Perut mules, murus dan paginya mencret-mencret.

Kalau sudah dalam kondisi tersebut, kamu sudah nggak bisa menahan BAB di gunung. Kenapa? Karena kalau sudah mules dan mencret, ditahan pun sudah nggak bisa. Karena kontraksi lambung dan usus sudah terlalu kuat. Terlebih kalau sampai perut kembung. Duh gawat banget! Kamu bisa kentut-kentut sepanjang hari. Hehe. Kentut aja? Nggak, kabar buruknya, kalau kentutnya kebablasan bisa sampai mencret.

Malu-maluin banget kan? Udahlah, jika tidak mau BAB di gunung, jangan makan makanan yang berasa asam dan pedas dulu sebelum dan selama pendakian.

  • Hindari semua makanan yang memiliki rasa asam yang kuat. Misalnya, jeruk nipis, lemon, kedondong, markisa, belimbing, yogurt, sayur asam, cuka apel, dll.
  • Hindari semua makanan yang memiliki rasa pedas alami dan buatan. Seperti: sambal uleg, sambal sachet, bon cabe, Indomie goreng rasa ayam geprek, makanan instan dengan rasa pedas, dll.
  • Hindari juga makanan yang bikin perut mules saat di gunung, seperti: ayam geprek, seblak, salat buah, makanan dengan campuran keju, bakso, dll.

Jika kamu tidak ingin bab di gunung, aturan dasar tersebut wajib untuk kamu ikuti. Karena kalau perut sudah bermasalah, kamu nggak akan kuat nahan BAB. Hehe.

3. Jangan minum-minuman bersoda saat naik gunung

Kami sering menemui pendaki pemula yang naik gunung sambil membawa banyak minuman bersoda. Ada yang bawa Sprite, Coca Cola, Tabs, Fanta, dll. Katanya untuk merayakan dan menikmati momen di atas gunung. Banyak juga yang bawa minuman bersoda untuk keren-kerenan saja.

Tapi, tahukah kamu, kalau minuman bersoda itu akan memasok banyak gas di dalam perut dan ususmu? Okay, kami jelaskan dengan penjelasan singkat.

Sensasi kesegaran dari minuman bersoda berasal dari gas CO2 dan cairan karbonat. Pada suhu dingin, gas CO2 yang dimampatkan ke dalam larutan karbonat akan terikat sementara. Dan saat pendaki meminum minuman bersoda, gas CO2 akan terlepas. Semakin banyak gas yang masuk ke dalam perutmu, semakin mudah membuat perut kembung.

Akibatnya, gas di dalam perut akan memicu terjadinya kontraksi otot-otot perut dan dinding usus. Sehingga, pendaki akan lebih mudah merasa BAB saat pagi hari. Oleh karena itu, bagi kamu yang tidak mau BAB di gunung, please, jangan minum minuman bersoda sebelum naik gunung dan sebelum pendakian. Kalau nggak, kamu bisa sering kentut di perjalanan dan paginya mendadak alarm BAB muncul. Huehehe.

4. Minum sedikit demi sedikit secara perlahan

Tips agar tidak bab di gunung selanjutnya adalah minum sedikit demi sedikit, cukupkan saja untuk menghilangkan dahaga. Kok gitu? Kenapa malah nggak boleh minum banyak? Bukankah, pendaki harus minum agar tidak dehidrasi. Bukankah, minum banyak air adalah salah satu cara mengatasi dehidrasi di gunung? Iya, itu benar. Tapi, di sini, kami membahas topik yang berbeda. Jadi, jangan ngegas dulu ya! Hehe.

Teorinya begini, orang yang minumnya banyak memiliki cairan tubuh yang berlebih. Akibatnya, kotoran di dalam usus besar jadi lebih lembab dan lunak. Kondisi ini baik untuk tubuh dan memperlancar BAB. Dengan begitu, orang akan rutin BAB di waktu yang sama. Kalau pagi, ya pagi terus. Kalau malam ya malam terus. Begitu polanya.

Orang normal yang sehat, biasanya BAB 1 kali sehari. Tapi, ada juga yang 3 kali seminggu. Rentang frekuensi BAB setiap orang sangat dipengaruhi oleh jumlah makanan berserat, jumlah air minum harian dan aktivitas.

Tapi, kondisi di sini berbeda. Di sini, pendaki wanita ingin mengubah rentang frekuensi BAB. Dia ingin tidak bab di gunung. Jadi, gimana caranya, biar BABnya nanti aja saat sampai di basecamp atau di rumah. Poin ini paham dulu ya.

Nah, untuk mengubah hal tersebut, pendaki harus membatasi konsumsi air harian tubuh. Sebelum dan selama pendakian, jangan minum air lebih dari batas minimum kebutuhan hidrasi tubuh. Kami kasih ilustrasi singkat biar jelas:

Misal: Namira (25), 48 kg, tinggi 168 cm, aktivitas hiking.

Daily intake water: 0,04 L x berat badan x 1 hari = 0,04 x 48 x 1 = 1,92 L/hari.

Jadi, pendaki cantik (Namira), dengan kondisi tubuh seperti di atas, butuh 1,92 liter air per hari. Angka 1,92 liter adalah kebutuhan minum harian Namira agar terhindar dari dehidrasi. Biasanya sih, Namira bisa minum sampai 2,5 liter per hari. Dan tubuh Namira dalam kondisi bagus.

Karena Namira ingin mengurangi frekuensi BAB, maka saat pendakian Namira hanya minum sebanyak 1,92 liter saja. Tidak 2,5 liter. Dan karena cuma minum dalam jumlah lebih sedikit, Namira harus meminumnya secara bertahap dan perlahan. Intinya, cukup untuk menghapus dahaga saja.

Kondisi tersebut, akan membuat kotoran yang ada di usus besar akan sedikit kering. Tapi, tidak masalah, itulah tujuannya. Saat kotoran di usus besar dalam kondisi kering, maka Namira dapat menahan BAB selama pendakian. Saat sampai di basecamp atau di rumah, baru minum yang banyak buat balikin kadar osmosis tubuh dan memperlancar BAB. Itu strateginya. Mission completed!

5. Berhenti makan sebelum kenyang

Penyebab pendaki sering BAB selanjutnya adalah terlalu banyak makan. Terlebih makanan berat, seperti: nasi padang, nasi rames, nasi goreng. Makanan berat akan membuat lambung dan usus bekerja lebih berat. Dan gaya dorong yang dihasilkan akan membuat kotoran lama di usus besar dipaksa secepat mungkin keluar. Ini kabar buruk bagi pendaki wanita yang nggak mau BAB di gunung.

Solusi untuk kasus ini cukup sederhana:

  • Pertama, makam makanan bergizi, & rendah karbohidrat.
  • Kedua, utamakan makan makanan tinggi protein.
  • Ketiga, berhenti makan sebelum kenyang.

Simple, bukan? Jadi, kamu tinggal ganti jenis makanan yang kamu bawa untuk hiking. Dan sisanya tinggal makan sebelum lapar, dan berhenti makan sebelum kenyang. That’s it! Kondisi ini membuat lambung & usus bekerja lebih ringan. Tidak terlalu penuh dan meminimalisir gerak peristaltik pemicu BAB. Karena jumlah kotoran yang terbentuk di usus besar nantinya sedikit, kamu bisa menahan BAB sampai turun gunung. Wopieee!

6. Saat istirahat cari posisi tubuh yang tepat

Pernahkah kamu mendengar orang yang pakai WC jongkok sulit BAB saat memakai WC duduk? Hal ini tentu saja karena kebiasaan. Tapi, itu menjadi fakta menarik yang akan kita bahas di sub-bahasan kali ini.

Ternyata posisi tubuh pendaki saat istirahat mempengaruhi kemunculan gejala BAB. Misalnya, posisi jongkok, duduk dengan posisi kaki ditekuk, mengangkat satu kaki ke batu, dll. Posisi-posisi tersebut membuat otot perut memberikan tekanan kuat ke usus besar. Dan posisi tersebut membuat otot anus melemah. Akibatnya, terjadi tawar menawar di gerbang pembuangan. Di mana, pendaki yang tidak mau BAB mendapatkan panggilan alam untuk menuntaskan BAB.

Kronologinya seperti ini:

  • Ada tekanan kuat dari otot perut yang mendorong kotoran di usus besar untuk keluar. Tekanan ini akibat posisi-posisi tertentu saat pendakian.
  • Otot anus tidak kuasa menahan kotoran yang menumpuk dan memadat akibat gaya dorong peristaltik di usus besar.
  • Pendaki gunung tidak kuasa menahan gejolak ingin BAB. Akhirnya, pikiran pendaki mulai cemas dan tidak tenang. Mulailah, muncul keringat dingin. Dan endingnya, fiuuuh, BAB tidak terhindarkan.

Untuk menghindari skenario buruk tersebut, kamu perlu strategi khusus. Kamu perlu secara sadar menghindari posisi-posisi yang memicu kontraksi pada otot perut. Jadi, jika rombongan pendakianmu sedang istirahat pilih posisi istirahat yang aman. Misalnya, istirahat dalam posisi berdiri, tiduran dengan kaki lurus, senderan ke mantan pohon, dll. Pilih posisi yang bisa mengurangi otot perut berkontraksi dan otot anus mengencang secara kuat. Niscaya, kamu tidak akan mendapatkan sinyal BAB terlalu dini.

7. Kencangkan otot anus selama beberapa detik secara berkala

Banyak pendaki wanita yang tidak sadar bahwa mereka dapat memperkuat otot anus. Aneh ya? Haha. Tapi, ini bermanfaat bagi pendaki yang nggak suka BAB di gunung. Biar kamu paham apa yang kami maksud, coba saat di WC, kamu rasakan otot-otot yang bergerak saat BAB. Ingat-ingat sensasi dari pergerakan otot-otot tersebut. Sudah ingat letak dan posisinya? Coba gerakkan secara sadar.

Pertama, kamu akan merasa aneh. Tapi, itu normal sih! Ngapain juga orang mempelajari gerakan otot anus. Hehe. Namun, kamu beda, kamu belajar untuk perang melawan BAB di gunung. Setelah kamu sudah terbiasa menggerakkan otot anus secara sadar, coba latih untuk menahan selama beberapa detik. 5 detik, 10 detik, 30 detik, 1 menit. Panas, haha.

Ternyata, semakin lama kamu latih, kamu dapat menahan otot anus untuk mencengkram dalam waktu lama. Teknik ini bisa kamu pakai saat di gunung. Di mana, saat istirahat, kamu bisa mengencangkan otot-otot anus selama beberapa 10-20 detik. Ulangi beberapa kali saat istirahat. Apa tujuan dari perlakuan tersebut? Tujuannya adalah mengirimkan sinyal sadar kepada otot bahwa pendaki tidak mau BAB di gunung. Sinyal ini akan diterima oleh tubuh dan tubuh akan membuat keseimbangannya sendiri untuk mewujudkan keinginan dari si pemilik tubuh.

8. Fokus pada hal-hal yang menyenangkan selama pendakian

Tips agar tidak bab di gunung berikutnya adalah fokus pada hal-hal yang menyenangkan selama pendakian. Secara sadar, manusia memiliki kemampuan untuk mengalihkan fokus. Fenomena ini dapat kamu pakai untuk menahan BAB di gunung.

Ada beberapa cara untuk mengalihkan fokus agar tidak BAB di gunung:

  1. Mengantongi batu.
  2. Mengikat jempol kaki.
  3. Bercerita dengan teman rombongan.
  4. Mendengarkan musik atau podcast.
  5. Tidur.

Selama pikiran kamu tidak fokus pada rasa BAB yang sudah memuncak, kamu dapat menahan BAB tersebut dalam waktu lama. Dengan begitu, kamu bisa menuntaskan BAB saat sudah sampai basecamp pendakian.

9. Tetap tenang & jangan panik

Tips agar tidak bab di gunung selanjutnya adalah tetap tentang & jangan panik. Saat memasuki waktu BAB harianmu, tetaplah tenang dan jangan panik. Jika sudah muncul gejala pengen BAB, coba berfikir positif, tenang dan sugesti ke dalam diri, “Nanti aja ya BABnya, di basecamp ada WC indah nan bersih yang menanti kita.”. Ketenangan adalah kunci dari menahan BAB agar tidak keluar di gunung. Jika perlu, kamu bisa melakukan meditasi.

10. Atur manajemen BAB tubuh

Tips agar tidak BAB di gunung yang terakhir adalah mengatur manajemen BAB tubuh. Ini teknik yang lumayan kompleks, karena kamu perlu memahami perilaku BAB di tubuhmu.

  • Pertama, catat semua kebiasaan makan harianmu.
  • Kedua, catat kapan waktu BAB harian atau mingguanmu saat makan makanan tersebut.
  • Ketiga, lakukan tips 1-9 untuk mengubah pola BAB.
  • Keempat, uji coba dulu dengan praktik beberapa minggu di rumah.
  • Kelima, usahakan kamu dapat memperpanjang frekuensi BAB tanpa mengalami masalah kesehatan.

Inti dari tips terakhir ini adalah bio-hacking. Jadi, kamu memaksa tubuh kamu untuk merubah frekuensi dan waktu BAB. Caranya, kamu tinggal merubah pola makan (jenis makanan, jenis minuman), jam tidur dan melatih ketenangan diri. Target pertama adalah mengubah frekuensi BAB dari 1x sehari menjadi 2-3 kali seminggu.

Jika sudah menemukan pola yang cocok, kamu tinggal memvalidasinya dengan mendaki gunung-gunung yang pendek dulu. Misal, gunung Andong, gunung Prau, gunung Ijen. Kalau sudah berhasil, catat. Dan ulangi lagi pada gunung yang lebih tinggi. Teknik pengaturan manajemen BAB hanya efektif pada pendakian gunung yang memiliki estimasi waktu pendakian 2-3 hari. Jadi, silakan atur ulang semua perilaku BABmu.

Akhir kata, perilaku BAB di gunung dapat diatur sedemikian rupa untuk tujuan tertentu. Tapi, hal tersebut tidak boleh dilakukan dalam waktu lama, misalnya tidak BAB selama 1 bulan. Itu bahaya. dan setelah turun gunung kamu harus segera makan makanan berserat dan minum yang banyak agar siklus BAB kembali normal. Untuk itu, pergunakan 10 tips agar tidak bab di gunung di atas dengan bijak ya! Kalau ada pertanyaan, silakan tinggalkan melalui kolom komentar di bawah.

Baca lebih lanjut: Tips Mendaki Gunung saat Haid »

Leave a Comment