Cara Survival di Gunung

Setiap pendaki pemula sebaiknya memiliki bekal keterampilan survival. Apa itu survival? Survival adalah kondisi di mana pendaki harus mempertahankan hidup di alam bebas sebelum kedatangan tim penyelamat. Kondisi survival bisa terjadi pada pendaki yang tersesat, kehabisan logistik hingga pendaki yang terjebak badai. Kita tidak tahu, bencana apa yang akan terjadi di atas gunung. Maka dari itu, banyak pendaki senior yang mewanti-wanti pendaki junior untuk belajar keterampilan survival sebelum mendaki gunung. Kamu baru ingin belajar mengenai keterampilan survival? Berikut cara survival di gunung untuk pendaki pemula:

Untuk lebih jelasnya, simak pembahasan sampai selesai. Yuk, lanjut baca.

Langkah #1: Kenali kondisi survival secepat mungkin

Semakin cepat seorang pendaki menyadari kondisi survival, semakin cepat dia akan keluar dengan selamat dari kondisi survival. Maksudnya begini, banyak pendaki pemula yang sudah tersesat di gunung, merasa dirinya belum tersesar. Akibatnya, dia tersesat masuk terlalu jauh ke dalam hutan.

Seandainya, dia menyadari bahwa dirinya tersesat sejak awal. Dia akan segera mempersiapkan diri untuk masuk ke mode survival. Survival adalah kondisi di mana pendaki gunung harus bertahan hidup dengan peralatan seadanya di dalam hutan. Dengan begitu, pendaki dapat bertahan hidup sampai tim penyelamat tiba.

Kenapa kami menganjurkan untuk mengenali kondisi survival secepat mungkin?

  • Pertama, mencegah pendaki tersesat terlalu jauh ke dalam hutan.
  • Kedua, mencegah pendaki terserang acute mountain sickness (AMS) karena kedinginan dan kelaparan. Penyakit gunung ini bisa bikin pendaki hipotermia, halusinasi hingga meninggal.
  • Ketiga, sesegera mungkin pendaki melakukan kalkulasi ulang kebutuhan logistik dan air.
  • Terakhir, memberikan sinyal tanda bahaya agar segera mendapatkan pertolongan dari pendaki lain atau tim SAR.

Sejujurnya, survival itu bisa terjadi kepada siapa saja. Entah itu, pendaki pemula maupun pendaki senior. Karena di dalam setiap pendakian ada subjective danger dan objective danger.

  • Subjective danger adalah bahaya yang disebabkan oleh kelalaian pendaki gunung. Misalnya, salah memilih jalan, kelelahan, ketakutan, hingga menyepelekan ancaman dari lingkungan di sekitarnya.
  • Objective danger adalah bahaya yang disebabkan oleh kondisi alam. Misalnya, terjadi badai, gunung meletus, hingga kebakaran hutan. Artinya, ada faktor alam yang membahayakan pendaki.

Jika kamu paham akan hal tersebut, kamu bisa peka kapan masuk ke dalam survival dan kapan keluar dari survival. Dengan begitu, kamu bisa membuat strategi yang tepat. Urutan strategi untuk survivor seperti ini:

  • Stop.
  • Think.
  • Observe.
  • Plan.

Jika sadar kamu sudah tersesat, tandanya kamu memasuki kondisi survival. Segera hentikan perjalanan. Dan komunikasikan kepada regu pendakian. Lalu, berpikir secara logis terkait logistik, air minum dan kondisi kesehatan. Selanjutnya, analisa lingkungan. Terakhir, rencanakan strategi survival yang efisien.

Langkah #2: Meyakinkan diri bahwa kamu akan selamat dan tetap hidup

Hal yang paling mengerikan dari survival itu bukan kehabisan makanan atau minuman saat di hutan. Melainkan, pikiran dan hati yang ketakutan saat kalut.

Menurut Agatha Christie, “Ketakutan adalah produk dari pengetahuan yang tidak lengkap”. Artinya apa? Artinya, saat pendaki yang tersesat di gunung tidak mulai mengumpulkan pengetahuan dan berpikir logis, dia akan dikuasai oleh rasa takut. Akibatnya, pendaki mengalami stres berat, halusinasi dan kecelakaan gunung.

Kondisi ketakutan sangat tidak baik untuk menjalani survival. Karena dasar dari teknik survival adalah ketajaman pengamatan, seni berpikir kritis dan efisien dan keterampilan untuk bertahan hidup. Jika pendaki sudah menyerah, pasrah dan ketakutan, dia tidak bisa bertahan hidup.

Maka dari itu, setelah kamu menyadari bahwa kamu masuk mode survival, segera yakinkan dirimu. Yakinkan, bahwa kamu harus tetap hidup. Bagaimanapun caranya, keyakinan ini perlu kamu tanamkan terus menerus selama masa survival. Karena semakin berat kondisi survival semakin lemah mental seseorang. Jika kamu survival berkelompok, kamu bisa saling memotivasi antar pendaki.

Catatan: Keinginan kuat untuk bertahan hidup akan membuat pendaki mengeluarkan segenap keterampilan dan pengetahuannya untuk tetap hidup. Itulah esensi dari survival.

Langkah #3: Segera membuat shelter atau bivak untuk perlindungan

Setelah kamu meyakinkan dirimu untuk menjadi survivor, kamu alat perlu perlindungan diri. Kita tahu di dalam hutan akan ada banyak bahaya, seperti: hawa dingin, hujan, badai, pohon tumbang hingga serangan hewan buas. Untuk itu kamu perlu alat pelindung tubuh, seperti:

  • Celana panjang.
  • Jaket gunung.
  • Baju lengan panjang.
  • Sarung tangan.
  • Sepatu.
  • Pisau survival.
  • Topi.

Intinya, keluarkan perlengkapan mendaki gunung yang kamu bawa untuk kamu pakai sebagai pelindung dasar. Jika kamu tidak punya perlengkapan tersebut, kamu dapat membuatnya dari alam.

Baik, kami akan menjelaskan materi selanjutnya. Cara survival di gunung berikutnya adalah membuat shelter atau bivak. Shelter adalah tempat perlindungan bagi pendaki dari ancaman alam liar. Ancaman dari alam liar dapat berupa suhu dingin, cuaca buruk, badai, kebakaran, hingga ancaman hewan buas.

Setelah paham akan pentingnya shelter, sekarang kami akan memberikan penjelasan tentang berbagai jenis shelter.

Wujud shelter berupa rumah singgah sementara untuk pendaki beristirahat dan bermalam. Secara umum, shelter dibedakan dalam 3 golongan.

Shelter alami. Shelter alami adalah shelter yang terbentuk akibat fenomena alam. Misalnya: gua, cekungan tebing, hingga akar pohon yang pembentuk atap. Jika kamu menggunakan shelter alami, pastikan tidak ada penghuni lain di sana. Karena biasanya shelter alam itu juga dipakai perlindungan hewan lain. Misalnya: kelelawar, ular, kucing hutan, kijang, dll.

Untuk lebih jelasnya, silakan lihat gambar ilustrasi shelter alami di bawah ini:

Contoh Shelter Alami Berbentuk Goa
Goa alami bisa menjadi shelter alam yang baik.

Shelter alam buatan. Shelter alam buatan adalah shelter yang sengaja dibuat manusia dengan cara mengumpulkan ranting-ranting pohon. Ranting-ranting dan batang pohon ini disusun sampai menjadi semacam gubuk kecil. Banyak pendaki menyebutnya bivak darurat.

Biar kamu lebih ada gambaran, silakan perhatikan contoh shelter alam buatan di bawah ini:

Contoh Bivak Buatan Dari Bahan Di Alam
Bivak buatan dari ranting, batang pohon dan dedaunan di gunung.

Shelter portable. Shelter portable adalah shelter yang dapat dibongkar pasang. Shelter kategori ini adalah tenda, dome, tarp tent, hingga flysheet.

Berikut ini contoh shelter portable yang sering dipakai pendaki:

Shelter Darurat Dari Flysheet
Shelter darurat dari flysheet.

Silakan pilih shelter yang paling pas dengan kondisi kamu.

Catatan: Jika kamu memilih untuk menggunakan shelter alam buatan atau shelter portable, sebaiknya dirikan shelter sebelum matahari terbenam. Untuk shelter buatan dari alam, maksimal kamu mulai membangun shelter sejak pukul 14.00. Karena butuh waktu hingga 4 jam untuk mencari bahan baku hingga mendirikan shelter sampai selesai. Untuk shelter portable, kamu bisa mulai mendirikan shelter 2 jam sebelum matahari terbenam.

Sampai di sini paham ya? Okay, yuk lanjut.

Ada 4 hal yang perlu kamu perhatikan saat memilih lokasi shelter di gunung:

  • Pertama, jauhi aliran sungai.
  • Kedua, hindari area rawan longsor dan area pohon tumbang.
  • Ketiga, pastikan jauh dari sarang serangga atau hewan buas.
  • Terakhir, pastikan shelter telah berdiri sebelum matahari terbenam.

 Dengan memegang 4 prinsip di atas, kamu dapat membangun shelter dengan aman.

Langkah #4: Mencari sumber air untuk minum

Cara survival di gunung selanjutnya adalah mencari sumber air minum. Air adalah sumber kehidupan di alam bebas. Di mana, tanpa air, survivor hanya bisa hidup sampai 3 hari. Berbeda saat survivor bisa menemukan sumber air minum. Survivor yang mendapatkan air, dia dapat hidup hingga 3 minggu tanpa makan. Dengan begitu, langkah ke-3 setelah mendapatkan shelter adalah menemukan sumber air minum untuk bertahan hidup.

Berikut ini beberapa sumber air di gunung yang bisa kamu pakai untuk minum:

  1. Mata air. Mata air di gunung bisa berupa sumur, sendang atau danau.
  2. Aliran sungai. Beberapa pohon di gunung dapat menghasilkan air. Misalnya: pohon beringin. Air dari pohon beringin akan mengalir dari hulu ke hilir melalui aliran sungai.
  3. Tumbuhan. Beberapa tumbuhan berbatang menyimpan kandungan air yang dapat kamu pakai untuk minum. Misalnya, tanaman begonia, bambu dan akar gantung.
  4. Genangan air. Saat hujan, genangan air di parit, cekungan batu hingga kubangan bisa jadi sumber air. Namun, kamu perlu mengolah air genangan sebelum diminum.
  5. Kondensasi tanaman. Mencari air dengan memerangkap uap air yang dilepaskan tanaman saat tumbuhan melakukan proses respirasi.

Semua teknik mendapatkan air di atas telah kami bahas secara lengkap di artikel 5 cara mendapatkan air di gunung. Untuk lebih jelasnya, langsung cara dari sumbernya saja ya.

Okay, yuk lanjut ke poin penting cara survival di gunung lainnya.

Langkah #5: Membuat perapian

Kini malam sudah tiba, kamu telah mendapatkan tempat berlindung dan air. Namun, survival kamu baru saja di mulai. Karena saat malam tiba, kondisi udara akan sangat dingin saat di gunung. Kondisi dingin dapat memicu gejala hipotermia dan acute mountain sickness bagi survivor. Kalau sampai survivor sakit hingga berhalusinasi dia dapat celaka. Karena halusinasi dapat membuat pendaki makin tersesat, ketakutan, stres hingga jatuh ke jurang. Beberapa pendaki yang tersesat bahkan mendengar suara-suara aneh saat berhalusinasi. Seperti melihat jurik hingga mendengar namanya dipanggil di tengah gelapnya hutan.

Untuk mengatasi hal tersebut, mau tidak mau kamu harus membuat perapian. Api akan membuat kamu suasana lebih hangat dan tenang. Sehingga, potensi ketakutan, hipotermia hingga stres bisa berkurang. Jika kamu ragu, pokoknya kamu harus berpikir logis. Apa pun yang kamu lihat, dan apa pun yang kamu dengar saat survival, harus kamu nalar dengan logis. Karena saat sendirian indra pendengaran dan penglihatan sering error karena kita diselimuti rasa takut yang mencekam.

Untuk membuat api di gunung, kamu perlu 3 komponen di bawah ini:

  • Pertama, bahan yang mudah terbakar. Misalnya: ranting kering, kayu kering, jamur api, kawul (kulit pohon suwangkung), parafin, tinder, dll.
  • Kedua, pemantik api atau sumber panas. Misalnya: korek kayu, korek gas, fire starter, dll.
  • Ketiga, oksigen dari udara. Kamu perlu mengipasi atau peniup untuk menambah jumlah oksigen di dalam perapian agar nyala api makin besar.

Saat kamu melakukan survival, kumpulkan bahan material untuk perapian secara bertahap. Jika saat jalan kamu menemukan ranting kering, ambil. Ada pohon tumbang yang sudah mati, ambil kayunya. Jika ada jamur api, ambil. Ada pohon palm, dekati. Siapa tahu itu pohon suwangkung. Jika benar pohon suwangkung, kikis bagian batangnya untuk mengumbulkan kawul. Intinya, ke mana pun kamu bergerak saat survival, mulailah mengumpulkan.

Okay, yuk mulai belajar cara menyalakan api di gunung:

  1. Buat gundukan tanah sebagai tempat perapian.
  2. Kumpulkan kayu kering, ranting kering, kawul, kulit kayu kering ke tempat perapian.
  3. Susun kayu perapian dengan sistem upside down fire. Kami telah mencoba berbagai jenis cara membuat api unggun di gunung. Dan teknik upside down fire adalah teknik yang paling efektif. Nyala api konsisten, tidak cepat habis dan lama. Jadi, kamu akan merasakan kehangatan dalam waktu lama. Untuk detailnya, silakan lihat video tutorial upside down fire di sini.
  4. Bagian atas tumpukan kayu, kamu kasih kawul, jamur api, parafin atau ranting kering. Setelah itu, nyalakan secara perlahan dengan pemantik api atau korek gas yang kamu punya.
  5. Biarkan api menyala dari atas. Kipas-kipas saja pelan sampai bara api di bagian atas terbentuk.
  6. Jika sudah nyala, biarkan perapian menyala sampai habis. Jangan kamu tambah kayu lagi. Jika nanti sudah mau habis, kamu bisa mulai buat dari awal. Tujuannya agar tidak boros sumber bahan bakar.
  7. Api sudah menyala, waktunya memasak makanan.

Setelah kamu mendapatkan api, kamu dapat menghangatkan diri. Dalam kondisi hangat dan cukup bekal minum, otak kamu sudah bisa berjalan dengan baik. Maka hari berikutnya, saatnya untuk mencari makanan di gunung untuk bertahan hidup.

Langkah #6: Mencari makanan untuk bertahan hidup

Cara survival di gunung berikutnya adalah mencari makanan untuk bertahan hidup. Pada awal artikel kami sudah menjelaskan bahwa manusia dapat hidup tanpa makan hingga 3 minggu. Tapi, kalau benar-benar tanpa makan, kamu tidak akan punya tenaga untuk turun gunung dan cari pertolongan. Untuk itu, kamu juga perlu mempelajari keterampilan mencari makanan di gunung.

Sumber makanan survivor saat di gunung ada dua jenis, yaitu sumber makanan hewani dan sumber makanan nabati.

Sumber makanan hewani adalah sumber makanan yang berasal dari hewan yang tinggal di gunung. Sumber makanan hewani sangat kaya akan protein. Sehingga kamu akan awet kenyang, bertenaga dan tidak mudah lapar.

Beberapa contoh hewan di gunung yang dapat dimakan oleh survivor:

  1. Serangga.
  2. Semua keluarga unggas, seperti: ayam hutan, burung, bebek, angsa, dll.
  3. Cacing.
  4. Bekicot.
  5. Kadal.
  6. Kodok.
  7. Tupai.
  8. Tikus hutan.
  9. Kelinci.
  10. Rusa.
  11. Babi hutan.
  12. Biawak.
  13. Ular.
  14. Musang.
  15. Anjing hutan.

Biarpun nantinya kamu melihat banyak binatang di gunung, bukan berarti kamu mudah untuk menangkapnya. Hal ini karena hewan punya insting bertahan hidup juga. Dia akan selalu menjauhi ancaman. Untuk itu, kamu perlu berburu. Kamu bisa menciptakan tombak atau panah untuk berburu. Dan kamu bisa membuat perangkap hewan untuk menjerat hewan yang sedang mencari minum.

Hewan yang kamu dapat nantinya perlu kamu kulit dan dimasak terlebih dahulu. Jadi, nggak bisa langsung dimakan mentah-mentah. Itu karena hewan di hutan hidup dilingkungan kumuh yang rawan akan bakteri dan kuman. Maka dari itu, kamu perlu memanggang atau memasaknya lebih dahulu.

Selain sumber makanan hewani, kamu bisa mendapatkan makanan dari tumbuhan. Tumbuhan di gunung kaya akan karbohidrat, senyawa anti oksidan dan vitamin. Namun, kamu perlu memilih tumbuhan yang layak makan dengan jeli. Karena beberapa tumbuhan di gunung ada yang beracun.

Biar kamu nggak salah pilih tumbuhan, berikut ini beberapa tumbuhan yang bisa kamu makan di gunung:

  • Tunas bambu atau rebung.
  • Tanaman polong-polongan jenis begonia.
  • Batang bagian dalam tanaman palm jenis suwangkung.
  • Buah beunying/ara.
  • Umbi-umbian, seperti: ketela singkong, ubi ungu, wortel, bengkoang, dll.
  • Buah-buahan segar seperti mangga, kesemek, jambu, pisang, dll.
  • Tanaman sayur.
  • Tanaman sagu.
  • Jantung pisang.

Saat kamu memutuskan untuk mengonsumsi sumber makanan nabati di gunung, berhati-hatilah. Pastikan melakukan tes edible terlebih dahulu untuk mendeteksi getah beracun.

Berikut cara mengetes tumbuhan yang layak makan saat di gunung:

  • Pertama, kupas batang atau buah yang kamu dapat.
  • Kedua, oleskan getah di telapak tanganmu. Dan rasakan, apakah ada reaksi pada telapak tangan? Jika telapak tangan menjadi gatal atau bereaksi, buang. Tanaman itu tidak layak makan.
  • Ketiga, jika lolos uji tes di telapak tangan, coba olehkan ke punggung tangan. Kulit di punggung tangan lebih sensitif terhadap senyawa beracun. Jika tidak ada reaksi, silakan lanjut ke tahap berikutnya.
  • Keempat, taruh makanan di lidah dan diamkan selama beberapa menit. Jika ada reaksi di lidah berarti tanaman tersebut berbahaya. Jika tidak, berarti layak makan.
  • Terakhir, makan sedikit tanaman tersebut dan tunggu sampai 5 menit. Jika lambung kamu mendadak sakit, jangan diteruskan. Jika lambung ngasih sinyal hijau, lanjutkan makan. Kalau perlu, kamu bawa banyak tanaman tersebut sebagai bekal.

Saat kamu memutuskan untuk mencukupi kebutuhan energi dari sumber nabati, pastikan kamu makan 5 jenis buah atau tanaman. Kamu nggak boleh hanya makan satu jenis saja. Karena kamu akan kekurangan energi dan gizi. Kecuali kamu makan hewan buruan dan tanaman. Itu sudah cukup untuk mengisi energi dan nutrisi tubuh.

Langkah #7: Memberikan sinyal SOS untuk berkomunikasi dengan tim pencari

Pada ulasan sebelumnya, kita telah belajar bagaimana cara membangun shelter, mencari air hingga mencari makanan. Dengan mengandalkan keterampilan tersebut, kita bisa bertahan hidup di gunung. Akan tetapi, itu belum menyelesaikan masalah. Karena tujuan dari survival adalah tetap hidup dan selamat sampai tim penyelamat tiba.

Lalu, muncul pertanyaan dari survivor, “Bagaimana cara memberi petunjuk kepada tim pencari? Bagaimana cara berkomunikasinya?”.

Cara paling mudah dengan meninggalkan jejak survivor. Jejak adalah bentuk komunikasi antara survivor dan tim search and rescue (SAR).

Ketika tim SAR menemukan jejak tebasan, jejak bivak, dan jejak komunikasi lainnya, mereka akan memperkecil wilayah pencarian. Semakin kecil lingkup pencarian, semakin mudah survivor ditemukan dalam kondisi selamat. Maka dari itu, saat kamu sudah secara sadar masuk dalam kondisi survival, segera tinggalkan jejak komunikasi.

Berikut ini beberapa bentuk komunikasi darurat (sinyal SOS) yang perlu pendaki pelajari:

  • Komunikasi SOS melalui tulisan. Survivor meninggalkan tanda dengan menulis pesan SOS pada media kain/tali webbing/kertas. Lalu, tanda itu diikat pada tempat yang mencolok agar mudah ditemukan tim penyelamat. Pada pesan tersebut jelaskan 4 hal: nama dan jumlah anggota, kondisi kesehatan, jumlah logistik dan tujuan survival selanjutnya.
  • Komunikasi SOS melalui suara. Survivor membunyikan peluit dengan sandi morse untuk sinyal S.O.S. Sesuai kesepakatan internasional, sinyal Morse S.O.S untuk peluit adalah 3 bunyi pendek, 3 bunyi panjang, 3 bunyi pendek (…—…). Bunyi peluit dengan sinyal Morse S.O.S bisa mencapai jarak 1,6km saat di gunung. Artinya, apabila ada tim penyelamat dalam radius 1,6km, mereka akan segera tahu posisimu. Dan memberikan sinyal komunikasi balasan.
  • Komunikasi SOS melalui cahaya. Cahaya adalah salah satu media komunikasi yang efektif saat survival. Untuk siang hari, survivor bisa menggunakan aluminium foil untuk memantulkan cahaya sebagai penanda lokasi. Siapa tahu ada tim penyelamat yang mengerahkan helikopter untuk melakukan pencarian di siang hari. Pada malam hari, survivor dapat menggunakan lampu senter, lilin atau api unggun. Di gunung saat malam hari, nyala sebatang lilin bisa terlihat sangat jelas dari jarak yang sangat jauh.
  • Komunikasi SOS melalui asap. Asap adalah salah satu tanda komunikasi S.O.S yang cukup efektif. Survivor tinggal membuat api unggun yang bisa menciptakan kepulan asap putih. Tapi, pastikan tidak membakar hutan ya. Hehe. Buat asapnya dari api unggun saja. Tim penyelamat yang tahu sinyal asal, dia akan naik ke lokasi yang lebih tinggi untuk mengetahui koordinat survivor. Dan cepat atau lambat survivor akan ditemukan.
  • Komunikasi SOS melalui tanda visual. Tanda komunikasi S.O.S lainnya dengan meninggalkan tanda visual. Seperti: meninggalkan bekas sayatan di pohon, meninggalkan pakaian, meninggalkan cangkir minum, dll. Intinya, meninggalkan benda yang bisa terlihat mencolok secara visual agar mudah ditemukan tim penyelamat.

Dari berbagai sinyal komunikasi S.O.S di atas, sinyal tulisan dan peluit adalah sinyal S.O.S terbaik. Hal ini dikonfirmasi oleh tim SAR gunung. Survivor yang memberikan sinyal S.O.S melalui tulisan dan peluit biasanya ditemukan dalam kondisi selamat.

Kok bisa?

Begini penjelasannya.

  • Saat pendaki tahu dia masuk ke kondisi survival, dia langsung mengaplikasikan teknik STOP (stop, think, observe, plan). Pada saat itulah, dia mulai memberikan sinyal komunikasi S.O.S.
  • Biasanya ditulis di tali webbing/kain yang dibawa pendaki. Isi pesannya seperti ini, “Saya (nama), jumlah rombongan X orang. Mulai dari sini kami tersesat dan mulai survival. Kondisi fisik baik. Jumlah logistik hanya cukup untuk 1 hari. Arah yang kami ambil selanjutnya adalah ke jalur yang kami kasih tanda kain orange. Tujuan kami untuk mencari air. Tolong kami.”. Itu versi panjangnya. Versi pendeknya, “Saya (nama), 2 orang, tersesat, baik, logistik 1 hari, cari air, arah timur, tanda kain di semak. S.O.S.”
  • Survivor lalu melanjutkan perjalanan sambil mencari shelter, air, & makanan. Di sela-sela survival, pendaki akan meniupkan peluitnya sesuai kode morse S.O.S. 3 tiupan peluit pendek, 3 tiupan peluit panjang, 3 tiupan peluit pendek (…—…). Hal ini diulang-ulang terus menerus.
  • Saat mulai sore, survivor akan istirahat dan menuliskan jejak komunikasi melalui tulisan lainnya. Misalnya: saya (nama), 2 orang, tersesat, bikin shelter, luka, logistik 0,5 hari, cari makanan, arah selatan, tanda tali orange, S.O.S.”.
  • Apabila tanda pertama kamu ditemukan oleh tim penyelamat, mereka langsung akan memperkecil wilayah pencarian. Dan pasti kamu akan ditemukan. Karena pergerakan survivor pasti tidak jauh. Karena dia akan membuat shelter, mencari air, mencari makanan, dan membuat api.
  • Tim penyelamat tahu informasi penting dari survivor lainnya. Di antaranya: jumlah survivor, kondisi survivor, arah yang ditempuh dan tujuan survival selanjutnya.
  • Komunikasi inilah yang membeda survivor selamat dan tidak selamat. Karena banyak tim SAR mengeluh survivor sulit ditemukan biarpun sudah disisir ke seluruh gunung. Jika, survivor meninggalkan tanda komunikasi yang jelas, pasti pencarian jauh lebih cepat. Dan survivor akan segera diselamatkan.

Pesan kami,  saat mendaki gunung selalu bawa alat navigasi, peluit, spidol permanen, pisau dan kain. Jika mendadak kamu masuk dalam kondisi survival, kamu bisa langsung memberikan sinyal S.O.S. Dengan begitu, tim penyelamat akan segera menemukan posisi survivalmu. Dan kamu akan dijemput dengan selamat.

Sampai di sini paham ya? Jadi, agar bisa selamat, survivor harus bisa meninggalkan jejak komunikasi S.O.S.

Langkah #8: Melakukan navigasi darat untuk menemukan jalan kembali ke basecamp

Cara survival di gunung yang terakhir adalah navigasi darat. Pada kondisi ini, survivor membawa perangkat alat navigasi untuk penjelajahan di alam terbuka, di antaranya:

  • Kompas bidik analog.
  • Peta pendakian.
  • Peta topografi gunung.
  • Peta GPS digital.
  • Catatan singkat tentang medan pendakian.

Dengan berbekal keterampilan navigasi darat, survivor dapat selamat. Survivor dapat menggunakan kemampuannya dalam menentukan posisi dia saat ini di dalam peta dengan bantuan kompas bidik ataupun peta GPS digital. Dengan bekal informasi ini, survivor bisa perlahan-lahan turun ke arah yang benar.

Biarpun nantinya dia perlu menaiki bukit atau menuruni tebing, setidaknya dia telah menemukan jalur turun ke arah basecamp. Dengan begitu, survivor dapat terhindar dari jurang, hutan tak terjamah yang banyak hewan buasnya. Syukur-syukur survivor bisa kembali ke jalur pendakian lagi. Dengan begitu, survivor akan jauh lebih cepat untuk ditemukan.

Begitulah 7 cara survival di gunung. Kami harap semua pendaki pemula belajar cara hidup di alam bebas terlebih dahulu sebelum mendaki gunung. Bekal ilmu survival itu sangat penting. Supaya pendaki yang tersesat dapat ditemukan dengan cepat dalam kondisi selamat. Akhir kata, jika ada hal yang kurang jelas, silakan tanyakan melalui kolom komentar di bawah ini.

Baca lebih lanjut: Pelajaran hidup dari Mendaki Gunung »

Leave a Comment